Header Ads

"Predestination" Review: Perjalanan Waktu Yang Tak Terduga!


Pinnacle Films

Jika anda melihat film yang berhubungan dengan mengangkat tema kembali ke masa lalu apalagi berhubungan dengan alat seperti mesin waktu, apa yang terlintas dalam pikiran anda? Terminator? Danny Drako? Back to the Future? X-Men: Days of Future Past? Atau film lokal bernama “Mesin Waktu” yang ada Dedi Mizwar di dalamnya? Semua film tersebut memiliki kesamaan konsep, dalam teorinya jika kamu melakukan sesuatu yang berdampak pada masa lalu maka masa depan juga akan kena dampaknya. Konsep itu telah digunakan berulang kali dalam film-film layar lebar, kartun, anime, atau film series, dan konsep tersebut sempat terlintas dipikiran saya ketika saya menduga-duga secara buta tentang alur cerita yang ada dalam “Predestination” dan beranggapan bahwa mungkin film ini akan sama dengan film-film yang sempat saya sebutkan sebelumnya. Namun kenyataannya saya salah besar dalam hal ini, konsep yang ada dalam film ini sangat berbeda, dan waktu saya melihatnya sampai habis tidak hanya otak saya yang sempat berhenti, tetapi juga ternyata film ini sendiri berhasil menyajikan konsep baru mengenai 'waktu' dan menurut saya pribadi konsep ini jauh lebih masuk akal ketimbang dengan konsep yang lainnya.
Disini saya coba untuk tidak teralu membeberkan keseluruhan ceritanya karena memang porsi dalam Predestination cukup luas dan teralu menarik untuk dibocorkan begitu saja.

Dimasa depan perjalanan waktu bukanlah hal yang mustahil, dengan menggunakan mesin waktu yang menyerupai tas biola. Meskipun bukan hal yang mustahil pada masa itu untuk melakukan perjalanan lintas waktu, namun penggunaannya dilakukan dengan sangat ketat dan dikendalikan oleh sebuah agensi keamanan pemerintah yang bekerja dengan sangat rahasia. Seorang agen dari organisasi tersebut bertugas untuk menangkap pelaku teror bom bernama “Fizzle bomber” dari waktu ke waktu. Suatu saat ia terlambat untuk menjinakkan bom dari Fizzle bomber dan meledak tepat dimukanya, terluka parah ia berhasil kembali ke waktu tempat agensinya berada. Setelah dirawat dan sembuh ia mendapat tugas terakhir untuk pergi ke tahun 1970 di New York, alasannya tentu untuk menghentikan terror dari Frizzle Bomber di tahun tersebut.

Sang agen mengambil kedok sebagai bartender di salah satu bar di New York, dan ia bertemu dengan John seorang penulis cerpen dari salah satu majalah wanita yang populer disana. Keduanya bertemu dan John menceritakan kisahnya kepada sang agen bagaimana ia bisa mendapat inspirasi untuk menulis cerita populer berjudul “The Unmarried Mother” dan pria berengsek yang membuat hidup dan masa depannya hancur sampai saat ini. Secara mengejutkan ternyata dahulunya John adalah seorang wanita bernama Jane namun karena beberapa kejadian ia harus mengubah kelaminnya yang sebelumnya wanita menjadi seorang pria dengan identitas yang baru tentunya, dan John menyalahkan segalanya kepada sang Pria yang ia rasa telah menipu dan merenggut masa depannya. Sang Agen kemudian menawarkan John untuk menemukan pria tersebut dan bebas untuk melakukan apapun kepada pria tersebut tanpa harus menanggung konsekuensi apapun. Dari sini dimulailah perjalanan waktu yang melibatkan romansa cinta, drama, twist, dan tentunya hukum tabu yang tidak seharusnya dilakukan oleh para penjelajah waktu.

Cerita yang diusung dalam film ini brilian, kreatif, dan belum pernah dilakukan oleh film manapun yang pernah saya lihat selama ini. Jika anda masih bingung dengan pertanyaan seperti “siapa dulu yang lahir? ayam atau telur terlebih dahulu?” Maka anda mungkin akan menemukannya dalam film ini, karena konsepnya kurang lebih sama mengangkat dari pertanyaan tersebut. Cerita dalam film ini memang patut memiliki cerita twist terbaik pada tahun 2014 bahkan mungkin patut disejajarkan dengan film-film mind­-bending lainnya. Seperti mengutip dari Peter Travers “mencoba memasukan semua plot yang ada dalam Predestination kedalam kepalamu sekaligus hanya akan membuatmu gila” saya harus setuju dengan kalimat darinya karena Predestination memiliki cerita yang memang tidak bisa diduga-duga begitu saja (kecuali anda sudah membaca keseluruhan plotnya di Wikipedia atau web lainnya).

Selain itu film ini sangat padat akan percakapan antar karakternya dan interaksinya terlihat sangat mengalir sekali. Sangat sulit sekali membicarakan film ini jika anda tidak mengungkit pada segmen akhirnya, karena bagian terbaik adalah memang terletak pada akhir film dimana twist itu berada. Saya sarankan bagi anda yang suka melihat film setengah-setengah, saya yakin pasti anda tidak akan mengerti apa yang terjadi pada akhir film tanpa mengetahui terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi secara keseluruhan filmnya. Bagi saya cerita dalam film ini bagaikan domino, karena jika ada bagian yang tidak dijatuhkan terlebih dahulu maka kedepannya tidak akan bisa berjalan, setiap bagian cerita memiliki korelasi dan sebab akibat didalamnya.

Meskipun ada aksi adu fisik disini namun hal itu bukanlah hal terbaiknya, justru hal terbaik yang pernah terjadi dalam film ini adalah percakapan dan cerita yang terjadi di antara karakter sepanjang filmnya. Berbicara hal terbaik, pada kasus John yang menceritakan “The Unmarried Mother” yang hampir memakan separuh dari film ini mungkin akan membuat anda berpikir “apa korelasinya dari semua cerita ini?” anda akan menemukan alasan tersebut dan pada akhirnya “shit.. all of this make sense afterall.” Pada bagian tersebut juga merupakan narasi dan monolog yang solid untuk menampilkan sebuah flashback pada sebuah karakter, meskipun saya sempat berpikir bahwa flashback ini hanya merupakan eksposisi semata yang membuang-buang waktu saja, namun ternyata saya salah besar dan teralu awal untuk menilai film ini dari bagian itu saja.

Bagi anda yang menyukai film serius, anda mungkin akan menyukai film ini. Karena unsur komedi yang ada dalam film ini sangat sedikit sekali untuk ditemukan, bahkan saya sempat mengira bahwa tidak ada satupun lawakan yang setidaknya melemaskan suasana serius yang sangat kental terasa sepanjang film. Tidak heran bahwa film ini penuh dengan percakapan yang intensif dan mendalam agar para penontonnya memahami konsep yang diberikan, dan secara perlahan namun pasti menyadari apa yang sebenarnya terjadi sepanjang film, dan percaya saya ketika momen-momen anda “menyadari” seperti mendapat pencerahan dan perasaan yang didapat sangatlah menyenangkan seperti mendapat kepuasan tersendiri dan mendapat sesuatu yang baru.

Yang menjadi bintang dalam film ini tidak lain adalah Sarah Snook yang berperan menjadi John dan Jane secara bersamaan dan yang lebih kerennya karakter yang Sarah perankan berbeda kelamin. Jadi bisa anda bayangkan Sarah Snook yang merupakan wanita manis harus berperan versi dirinya sebagai laki-laki yang berjakun. Make-up yang terlibat dalam pembuatan film ini harus diacungi jempol karena sebelumnya saya tidak menyadari bahwa Sarah yang muncul pertama kali sebagai John adalah seorang wanita. Akting sarah mampu menampilkan dua kepribadian yang berbeda dalam film ini, bayangkan saja Sarah yang sebelumnya harus menjadi feminim sebagai Jane, tiba-tiba harus menjadi macho sebagai John. Tidak banyak artis wanita yang bisa menjadi karakter laki-laki dan Sarah adalah salah satu sedikit artis yang bisa menjadi seorang pria tulen dan sulit untuk dibedakan.

Ethan Hawke dan Noah Tyler lebih terlihat sebagai pemeran pembantu mengesampingkan nama besar mereka di layar lebar. Namun jangan salah sangka, mereka mampu menarik karakter mereka dalam film ini dan berhasil menghidupkan film Predestination. Keduanya memiliki Kharisma tersendiri, terutama kesan misterius yang menimbulkan banyak teka-teki di sepanjang film, uniknya lagi keduanya tidak memiliki nama untuk karakter yang mereka perankan, menjadikan sosok mereka lebih sebagai figur yang mendorong cerita dari John dan eksistensi mereka lebih penting ketimbang harus memfokuskan hal seperti nama dan latar belakang. Ethan Hawke yang berperan sebagai bartender dengan jelas menampilkan kualitas akting dimana ia memiliki sebuah obsesi dan rahasia yang ia tutup-tutupi. Untuk Noah Tyler merupakan tokoh yang paling misterius diantara semua karakter yang ada di filmnya, namun ia juga memiliki kesan uniknya tersendiri dari logat dan caranya berbicara, juga sikap dinginnya yang selalu terlihat tenang. Juga sebenarnya banyak nama dari pemeran kunci yang tidak banyak disebutkan mungkin sutradarnya ingin penontonnya lebih bisa mengingat karakter ketimbang harus fokus terhadap nama semata, karenanya juga, bagi saya pribadi ketika saya ingin berbicara mengenai film ini kepada orang lain saya sendiri tidak tahu harus menyebut siapa jika saya ingin mengambil refrensi dari karakter tersebut.

Penggambilan gambar yang ada di film ini juga perlu diperhitungkan. Kamera dari setiap scene-nya mampu menangkap emosi, dan semua yang terjadi untuk disampaikan kepada audience-nya. Kamera yang selalu merekam setiap wajah dari setiap karakternya ingin menyampaikan kesan perubahan tahap demi tahap apa-apa saja yang terjadi dalam karakternya dalam 1 kali shoot.

Overall

Saya tidak menyarankan bila anda menawarkan film ini kepada orang lain jika anda sendiri tidak mengerti filmnya. Selain itu film ini bukanlah film yang tepat untuk bersama-sama dengan keluarga atau pasangan karena ceritanya yang lumayan kompleks dan banyaknya percakapan bisa saja dengan cepat membuat suasana menjadi membosankan. Film ini direkomendasikan jika anda menontonnya sendiri dan dibagikan kebeberapa kalangan yang menurut anda menyukai film dengan bau – bau seperti ini.


Sebenarnya meskipun tergolong film berat dengan percakapan, namun untuk mengerti jalan ceritanya bukanlah hal yang sulit. Predestination mampu memberitahu audience-nya tentang maksud dari film itu dan apa arti judul yang memiliki arti “Takdir” itu.  


Overall Score: 9.6

1 komentar:

  1. Mantap keren reviewnya. Filmnya emang membingungkan buat sebagian orang ya, teman saya sempat nulis artikel soal ini juga https://jurnalfilm.com/predestination-saat-waktu-menjadi-begitu-membingungkan/

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.