Header Ads

Review 'Venom', Mengecewakan!



Tahun demi tahun studio-studio besar bersaing membuat film-film superhero yang memiliki jangkauan penonton yang sangat luas dan merupakan ladang emas bagi studio-studionya. Seperti Disney yang mengeluarkan 3 film superhero yang sukses besar seperti Black Panther (2018), Avengers: Infinity War (2018), dan Ant-Man And The Wasp (2018), dan Fox yang juga tidak ketinggalan bersaing dengan mengeluarkan film Deadpool 2 (2018). Kali ini Sony yang memegang sebagian hak dari spiderman bersama dengan Columbia Pictures dan Tencent, juga ikut meramaikan 2018 dengan merilis Venom sebagai film origin tanpa ada campur tangan dari Disney.

Ini merupakan film awal Sony untuk mengembangkan dunianya sendiri sebagai Sony’s Marvel Universe dimana konsep ini memiliki kesamaan seperti MCU milik Disney, dimana Sony juga berniat menghubungkan dunia ini dengan dunia Spider-Man: Homecoming yang ada di MCU setelah melakukan deal dengan Disney. Tidak tanggung-tanggung mereka langsung mengumumkan bahwa Tom Hardy salah satu aktor paling bergengsi akan memerankan Eddie Brock atau Venom. Dengan modal $100,000,000.00 USD - $116,000,000.00 USD, Venom berhasil meraup keuntungan secara global sebesar $508,000,000.02 USD, dengan kata lain filmnya bisa dibilang cukup sukses dipasaran. Filmnya memiliki ekspetasi yang besar sebagai film origin yang memiliki fans cukup banyak di dunia, lalu apakah Sony berhasil memberikan ekspetasi yang diharapkan? Mari kita bahas!

Sinopsis

Eddie Brock seorang jurnalis kondang menjalani hidupnya yang sempurna, bekerja disebuah media informasi yang besar dan memiliki acara eksklusifnya sendiri, memiliki kekasih yang cantik bernama Anne Waying, dan mengendarai motor yang membuatnya semakin terlihat jantan. Selain memiliki wajah tampan dan juga terkenal, Eddie merupakan seorang jurnalis dengan kredibilitas yang tinggi, oleh karenanya pada suatu hari ia ditugasi oleh atasannya untuk mewawancarai seorang Milyuner muda bernama Carlton Drake. Eddie sempat menolak tugas yang diberikan dengan alasan tidak menyukai Drake karena banyak isu miring mengenai orang tersebut, apalagi dirinya bukan tipe orang yang bisa memberikan wawancara yang digunakan sebagai kedok pencitraan. Namun karena paksaan dari bos dan pacarnya ia mau tidak mau harus mengambil pekerjaan ini. Tetapi setelah ia dengan sengaja membuka email rahasia dari laptop milik pacarnya yang berprofesi sebagai pengacara mengenai kasus yang sedang dialami oleh Life Foundation, salah satu anak perusahaan milik Carlton Drake yang menjadi kliennya, ia pun memiliki ide cemerlang mengenai pertanyaan apa yang akan ia berikan nanti. Di tengah wawancara antar dirinya dengan Carlton Drake, Eddie secara tiba-tiba melenceng dan melontarkan pertanyaan yang sensitif tersebut dan menuduh Carlton Drake telah melakukan percobaan terhadap manusia di Life Foundation.


Symbiotes | Sony Pictures
Tindakannya yang tanpa pikir panjang seketika itu juga berdampak pada kehidupan Eddie dan kekasihnya, pertama ia dipecat dari pekerjaannya, pacarnya yang juga ikut dipecat dari firmanya karena dituduh membocorkan informasi rahasia langsung memutuskan hubungan dengan Eddie yang sekaligus juga membatalkan rencana pernikahan keduanya. Seketika itu juga hidup Eddie seolah jungkir balik, menjadi pengangguran, semua lowongan menolaknya, tinggal di apartemen kumuh, bahkan ia harus menjual motornya untuk melangsungkan hidupnya. Sampai suatu hari ia didatangi oleh salah satu kepala ilmuwan yang bekerja di Life Foundation bernama Dora Skirth, mengkonfirmasi jika Carlton Drake melalui Life Foundation memang melakukan eksperimen uji coba yang melibatkan manusia dan symbiote substansi unik yang diperoleh Carlton Drake melalui ekspedisi luang angkasanya dari sebuah planet asing. Meski begitu Eddie tidak peduli dan tidak mau berurusan lagi dengan Life Foundation atau Carlton Drake yang telah menghancurkan hidupnya. Namun didorong dengan rasa penasaran dan berharap jika mengekspos kebenaran ke masyarakat bisa mengembalikan hidupnya ia pun pergi menyusup ke tempat tersebut. Bermodalkan handphonenya Eddie merekam dan mendokumentasikan semua eksperimen tidak manusiawi yang dilakukan oleh Life Foundation untuk menjadika manusia sebagai inang dari Symbiote.

Secara mengejutkan ia mendapati temannya Maria yang seorang tunawisma juga menjadi salah satu subjek eksperimen symbiote. Tak tega melihat temannya yang kesakitan, ia pun membuka pintu karantina yang mengurung Maria. Seketika itu juga tubuh Maria yang dihinggapi oleh Symbiote menyerang Eddie dan makhluk asing tersebut langsung masuk dan menyatu dengan Eddie. Berkat bantuan symbiote yang baru saja bersatu dengan tubuhnya, Eddie berhasil lolos dari pihak keamanan Life Foundation yang mengejarnya. Ia kemudian menyadari bahwa Symbiote tersebut bisa berkomunikasi lewat telepati dengan inangnya, dan memiliki nama dan kecerdasannya tersendiri. Bersama-sama Eddie dengan teman Symbiote barunya bernama Venom bekerja sama untuk mencapai tujuan mereka masing-masing.

Plot

Cerita yang disajikan dalam film Venom sayangnya termasuk klise dan juga tergolong mengecewakan. Tidak hanya banyak plothole dari segi cerita di filmnya, struktur ceritanya sendiri tergolong sudah banyak digunakan oleh film-film action yang keluar tahun 90an seperti kehidupan tokoh utamanya yang kelihatan baik-baik saja tiba-tiba hancur, lalu kemudian ia mendapatkan kesempatan untuk mengembalikan hidupnya seperti semula dan membalas orang jahat yang bertanggung jawab karena telah menghancurkan kehidupannya. Dan kesamaan pola tersebut ditemui juga oleh dalam Venom, awal film kita akan disuguhi oleh kehidupan Eddie, lalu tiba-tiba kehidupannya hancur, dan ia memiliki kesempatan untuk memperbaiki hidupnya sekali lagi karena bertemu dengan symbiote bernama Venom. Seperti itulah garis besar cerita dari film Venom, biasa dan mudah untuk ditebak padahal materi dari Venom sebenarnya kaya akan potensial apabila benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Penggambaran yang diberikan kepada Symbiote juga berbeda dengan film sebelumnya yang seolah tidak memiliki pikiran, namun disini Symbiote memiliki karakternya masing-masing dan bisa berkomunikasi dengan inangnya melalui telepati, tetapi karakteristik yang diberikan masih sama dimana Venom dan Symbiote lainnya sensitif terhadap frekuensi suara tertentu dan lemah terhadap api.

Yang menjadi daya tarik utama dari film ini tentunya Eddie dan Venom itu sendiri, karena, yah tentunya ini film mereka justru aneh jika filmnya sendiri tidak berfokus antar keduanya. Hubungan antar Eddie dan Venom bisa dibilang cukup menarik untuk di ikuti dan Venom juga memiliki karakter yang kekanak-kanakan dan menghibur. Sayangnya hanya hubungan antara keduanya ini yang menjadi daya tarik, sedangkan hubungan dengan karakter pembantu satu sama lainnya terlihat kurang menarik dan juga tidak memberi dampak yang signifikan ke dalam ceritanya. Selain itu juga banyak transisi cepat yang menghubungkan filmnya dari poin a ke poin b dan tidak basa basi dalam mengeksposisikan antar adegan satu dengan adegan lainnya. Eksposisi yang diberikan juga tidak teralu memperhatikan detail waktu / timeline seperti kebanyakan film superhero lainnya, dimana seolah semua kejadian dan konflik yang dialami oleh tokoh utamanya tersebut terjadi dalam waktu yang singkat saja. Bagusnya mengenai soal eksposisi ini, sutradaranya masih memperhatikan proses timeline­-nya dengan memperlihatkan perjalanan riot dari Malaysia sampai ke Amerika Serikat dengan cara berpindah-pindah inang meski pacing antar satu adegan dengan adegan lainnya masih terasa cepat dan terkesan terburu-buru.


Eddie dan Venom | Sony Pictures
Motif merupakan salah satu hal penting yang tidak bisa kita acuhkan begitu saja, melalui motif yang dimiliki oleh tokoh protagonis dan antagonisnya selain bisa membuat cerita di filmnya lebih menarik namun juga mampu membangun simpati antara karakter dengan para penontonnya jika di eksekusi dengan benar. Untuk film sekelas superhero memang tidak banyak memiliki villain dengan motif yang tidak hanya unik dan solid namun personanya juga bisa disukai oleh masyarakat luas, seperti Magneto versi Ian McKellen, Killmonger, Loki, Joker versi Heath Ledger Bane, dan tentunya Thanos. Sayangnya Venom tidak memiliki villain berkualitas seperti yang saya sebutkan diatas dan jatuh ke golongan villain-villain yang mediocore yang tergolong umum untuk film superhero kebanyakan, dan Villain yang saya bicarakan disini adalah Carlton Drake dan teman Symbiotenya Riot. Keduanya selain kurang mengintimidasi namun juga memiliki motif yang lemah dan tidak konsisten dalam mengeksekusikannya. Dalam motifnya Carlton Drake merupakan orang yang memandang manusia lain rendah dan merupakan sesuatu yang bisa digantikan atau dibuang, melalui penelitiannya ia memiliki ambisi untuk menyatukan Symbiote dengan manusia sehingga dari keduanya akan terlahir ras baru yang lebih superior. Sedangkan Riot memiliki motif untuk membawa seluruh kaum Symbiotenya ke bumi agar mereka bisa mengontrol dan menguasai bumi dan seluruh makhluk hidup yang tinggal didalamnya. Meski Carlton Drake ingin manusia untuk berevolusi dan menjadi spesies yang jauh lebih superior namun disatu sisi ia tidak keberatan untuk mengikuti ambisi Riot untuk memperbudak seluruh manusia yang ada dibumi. Sebenarnya memang tidak ditunjukkan jika Carlton Drake ingin umat manusia mendominasi setelah terlahir sebagai ras yang baru namun hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar lainnya seperti apa yang membuat Carlton Drake segitu membenci spesiesnya sendiri sehingga ia tidak keberatan apabila kaumnya sendiri diperbudak oleh makhluk asing yang berbentuk seperti lendir.

Masih soal motif, sayangnya tokoh protagonis utamanya itu sendiri juga sama dengan tokoh antagonisnya dimana sama-sama memiliki motif dan ambisi yang lemah. Eddie memiliki fase yang polanya umum digunakan oleh banyak tokoh-tokoh superhero, hidupnya yang sempurna hancur akibat kesalahannya sendiri, ia lalu belajar dari kesalahannya, bangkit, menghadapi musuh yang kuat, dan memperbaiki kehidupannya yang menjadi jauh lebih baik. Tetapi bagaimana filmnya menunjukkan perjuangan Eddie dalam menghadapi lika liku kehidupannya tidak mendapatkan pondasi cerita yang kuat. Eddie juga tidak terlihat memiliki dorongan yang kuat untuk menciptakan ambisi dan motif yang ada dalam dirinya, seperti apa yang membuatnya bangkit dan mendorongnya untuk kembali mengejar kebenaran dan melakukan hal yang benar. Biar filmnya menunjukkan bahwa teman wanitanya meninggal akibat dijadikan bahan eksperimen oleh musuhnya Carlton Drake, namun hubungan antar keduanya tidak terasa sesuatu yang spesial untuk mendorong Eddie melakukan hal yang benar, bahkan hubungan dengan mantan tercintanya Anne Weying juga terasa hambar, datar, dan terlihat dipaksakan antar keduanya. Terlihat juga hal yang sama dengan motif yang dimiliki oleh Venom, ia yang awalnya ingin pulang tiba-tiba ingin tinggal dengan alasan super cheesy yaitu menyukai semua makhluk hidup yang ada dibumi dan ingin melindunginya meskipun jika lapar ia tetap memakan beberapa dari makhluk tersebut. Sebenarnya ada alasan lain kenapa Venom ingin tinggal, disebabkan karena di planet asalnya ia tidak lebih dari seorang pecundang dan lemah dibandingkan dengan saudara-saudara symbiote-nya. Motif yang dimiliki Venom sama sekali bertolak belakang terhadap karakternya, di komik Venom merupakan seorang anti-hero yang sejenis seperti Wolverine dan Deadpool dimana tidak terikat moral dan tindakannya berdasarkan penilaian mereka sendiri, sedangkan Venom ia terlihat jauh lebih heroik dengan motif juga moral yang layaknya juga seperti pahlawan.

Sony berhasil menampilkan cerita yang biar tidak bisa bilang mirip namun secara garis besar sama dengan mengadaptasi cerita originalnya di komik bernama Lethal Protector, dimana filmnya lebih tidak terlihat depresi jika dibandingkan dengan komiknya, dan tidak ada Spiderman karena berbeda hak cipta dengan Disney. Seperti perbedaan yang juga terletak pada asal usul Symbiotenya jika dalam versi filmnya para Symbiote datang dari planet asing dengan menumpang pesawat ekspedisi Life Foundation milik Carlton Drake, sedangkan dalam komiknya Symbiote-symbiote tersebut LAHIR dari Venom dan kedatangan Venom kebumi pun tanpa campur tangan dari Life Foundation. Karena tidak ada kehadiran Spiderman dimana tokoh itu merupakan tokoh esensial dalam cerita Venom, maka filmnya pun menyesuaikan keadaan tersebut dengan merombak beberapa bagian, yang paling menonjol adalah cara bertarung dari Venom juga cara dia bergelantungan memiliki kesan orisinilnya tersendiri tanpa harus mencontoh Spiderman.

The Stars

Disini Tom Hardy sesuai dengan reputasinya berhasil menghadirkan akting yang paling menonjol secara kualitas jika dibandingkan dengan lawan mainnya, dan ia pun serius melatih fisiknya untuk peran ini seperti ia memerankan Bane di ‘The Dark Knight Rises (2012)’ dan Max Rockatansky ‘Mad Max: Fury Road (2015)’, sayangnya untuk para fans wanita yang mungkin menantikan untuk melihat tubuh ideal dari Tom Hardy harus gigit jari karena Venom tidak memberikan fanservice tersebut seperti yang sering dilakukan kebanyakan film superhero seperti contohnya Thor, Captain America, Guardian of Galaxy. Disini Tom Memerankan Eddie Brook seorang jurnalis dan juga termasuk orang yang mengisi suara dari Venom yang melalui suaranya ia berhasil menampilkan sosok Venom yang selain liar namun juga terlihat sedikit kekanak-kanakan. Dan berbeda dengan film yang dibiayai oleh Disney, Tom Hardy dan Woody Harleson (yang meski hanya tampil singkat) adalah dua bintang besar yang berhasil dihadirkan ke dalam filmnya. Meski diperankan oleh aktor sekelas Tom yang secara notabene telah memerankan pemeran jahat seperti Bane dan tokoh antihero seperti Max Rockatansky ia sepertinya tidak diberikan script yang bagus untuk menggambarkan seorang Eddie dan Venom yang seharusnya merupakan seorang antihero. Tetapi hubungan antar keduanya berhasil ditampilkan dengan baik melalui akting Tom yang terlihat seperti orang schizophernia dimana orang mendengar suara-suara asing dan terlihat panik ketika mendengarnya, yang berakhir dimana tindakannya menjadi tidak terkontrol.


Tom Hardy sebagai Eddie Brock | Sony Pictures
Untuk tokoh jahat utamanya yaitu Carlton Drake alias Riot diperankan oleh Riz Ahmed yang juga pernah hadir dalam film ‘Star Wars: Rogue One (2016)’ dan ‘Nightcrawler (2014)’. Aktor asal britania raya kali ini memerankan seorang triliyuner yang terobsesi untuk melahirkan ras superior dengan menggabungkan manusia sebagai inang dari Symbiote. Sayangnya motif dari obsesinya tersebut tidak begitu dijelaskan latar belakangnya yang dimana membuat seorang Carlton Drake terlihat sangat membenci manusia dan memandang kaumnya sendiri sebagai sesuatu yang bisa digantikan dan dibuang begitu saja asalkan tujuannya tercapai. Digambarkan sebagai seorang sosiopat dengan moral yang menyimpang dan seberapapun script-nya mendeskripsikan seberapa sadis dan jahat karakter tersebut tetapi dari segi akting dan penampilan Riz Ahmed ia terlihat kurang bisa mengintimidasi dam mengancam dalam memerankan tokoh jahat.


Riz Ahmed | Sony Pictures
Pemeran pembantu sisanya, tidak mendapat bagian dan memberi dampak yang signifikan terhadap film Venom. Ibaratnya mereka hanya dihadirkan sebagai pengisi dan tujuannya adalah agar ceritanya bisa tetap maju. Tidak ada karakter yang cukup memorable selain Eddie yang diperankan oleh Tom Hardy, dan tokoh jahatnya Carlton Drake juga tidak bisa dibilang cukup berkesan untuk terus diingat bahkan terlihat lebih seperti karakter sampingan saja. Ada beberapa nama yang saya kenal dari jejeran pemeran pembantu di film Venom salah satunya adalah Michelle Williams yang pernah hadir mengisi film ‘The Greatest Showman (2017)’, ‘All the Money in the World (2017)’, dan ‘Shutter Island (2010)’, dan Jenny Slate seorang stand-up komedian yang pernah mengisi suara dalam 2 film animasi besar yaitu ‘The Secret Life of Pets (2016)’ dan ‘Zootopia (2016)’ ia juga pernah ikut berperan sebagai guru dan beradu akting dengan Chris Evans dalam film ‘Gifted (2017)’. Sayangnya keduanya tidak mendapatkan script yang bagus untuk memerankan perannya masing-masing, keduanya memerankan tokoh yang memiliki sedikit dampak dalam ceritanya, padahal untuk sekelas Michelle pun yang telah memerankan tokoh pembantu di ketiga film tersebut bisa memberikan performa yang berkualitas jika mendapatkan script yang solid terhadap penggambaran tokohnya.

Pertarungan dan Kembang Api

Venom sebenarnya memiliki CGI yang bagus, dan set yang cukup mendetail sebagai latar belakang adegannya. Adegan aksi kejar-kejaran antara Eddie dengan pasukan keamanan milik Carlton Drake di eksekusi dengan baik dan berlangsung dengan seru, kombinasi kemahiran Eddie dalam menyetir dengan kekuatan Symbiote berhasil menghajar semua orang yang mengejar keduanya. Dimana sebuah keharusan dalam sebuah adegan aksi untuk menggunakan pacing yang cepat untuk berpindah dari satu sudut ke sudut lainnya, film Venom berhasil menangkap aksi kabur Eddie dengan Venom dari cengkraman Life Foundation dari sudut pandang kamera yang cukup jelas dan tidak memusingkan. Sayangnya kenyamanan saya melihat adegan kabur tersebut cukup terganggu dengan efek ledakan yang menghiasi aksi Eddie dan Venom. Untuk studio raksasa yang bisa memodali pembuatan film dengan biaya fantastis, Sony memutuskan untuk menggunakan efek ledakan yang menyerupai seperti petasan ketimbang harus menggunakan ledakan asli atau alternatif lainnya yang lebih meyakinkan.


Eddie dan Venom berusaha lari dari Life Foundation | Sony Pictures
Biar memiliki CGI yang bagus dan mewah, sayangnya CGI tersebut tidak diaplikasikan dengan baik pada pertarungan akhir antara Venom dengan Riot. Yang terlintas dalam pikiran saya ketika melihatnya sama persis ketika saya melihat pertarungan akhir yang ada dalam Black Panther, adalah gelap, teralu gelap saya bahkan kurang bisa mengikuti apa yang sebenarnya terjadi antar keduanya. Selain teralu gelap CGI yang memvisualisasikan pertarungan antar keduanya justru terlihat seperti kedua permen karet yang sehabis dikunyah, menempel satu sama lainnya, dan anda mencoba untuk memisahkannya. Terlihat lengket, kacau, dan memiliki sequence yang teralu cepat untuk digolongkan sebagai pertarungan penentuan antar nasib keduanya.


Venom vs Riot | Sony Pictures
Kesimpulan

Venom adalah film superhero yang memiliki cerita yang biasa saja dan tidak mengesankan dari segi plot, motif, dan pertarungannya. Scriptnya sendiri terlihat kurang matang, banyak lubang, dan sepertinya tidak memahami betul isi dari materi asli dari komik yang di adaptasikannya. Tom sendiri pernah mengalami insiden dimana dirinya tidak mau ikut dalam proses shooting karena script yang dihadirkan sangat tidak masuk akal dan banyak celah[1], bahkan adegan-adegan dalam filmnya yang paling disukai oleh Tom Hardy harus dibuang yang panjangnya bisa mencapai 30-40 menit.[2] Yang menjadikan film ini menarik adalah Tom Hardy itu sendiri, melalui bakat aktingnya ia berhasil menampilkan hubungan yang menarik dan menghibur antara Eddie dengan Venom. Biar sedikit nama besar yang menjadi jajaran pemainnya, tetapi sebenarnya film Venom juga memiliki beberapa nama dalam film ini yang cukup berbakat dalam segi aktingnya, seperti Riz Ahmed, Michelle dan Jenny Slate, sayangnya potensial dari mereka tidak berhasil ditampilkan dengan baik, apalagi dengan script yang memiliki percakapan yang cheesy dan membosankan juga tidak memberikan ruang yang cukup dalam perkembangan karakternya. Selain itu Riz Ahmed yang menjadi tokoh antagonis utamanya disini bersama-sama dengan Riot, dirinya terlihat kurang mengintimidasi sebagai seorang penjahat dan ambisi sekaligus motifnya terlihat lemah.

Venom memiliki adegan aksi yang menghibur, salah satunya adalah aksi kejar-kejaran yang di eksekusi dengan baik dan lumayan seru untuk dilihat, namun efek ledakan yang seperti kembang api malah merubah suasananya menjadi terlihat kurang mengancam. Pertarungan akhirnya selain dipenuhi dengan CGI, tidak memiliki pencahayaan yang bagus sehingga terlihat gelap dan seolah seperti melihat permen karet yang saling menempel dengan satu sama lainnya. Venom terkesan seperti film yang dibuat hanya untuk mengeruk untung dan balik modal saja, tidak ada kesan spesial yang ditinggalkan seusai menontonnya.

Venom (2018)


Reviewed By:

Meski tergolong salahs satu film superhero yang paling dinantikan oleh banyak penggemarnya, Venom disajikan dengan sangat mengecewakan meski ada aktor sekelas Tom Hardy sebagai pemeran utamanya. Tokoh Antagonis yang tidak mengancam, motif yang lemah, dan tidak menarik menjadi salah satu dari banyak kekurangan Venom termasuk ceritanya yang kehilangan arah dan tidak jelas menjelang akhir filmnya.



Score:

4.2 out of 10


Notes

  1. Dailymail, EXCLUSIVE: 'I am not saying this stuff!' Tom Hardy had a meltdown over the Venom film script, storming off the set and refusing to film again until his lines in the Marvel supervillain movie opening today were changed
  2. IGN, VENOM: TOM HARDY SAYS OVER 30 MINUTES WAS CUT FROM THE MOVIE

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.