"Soul (2020)" Review dan Analisis (SPOILER!): Bahagiakah Dengan Hidupmu?
2020 jelas
bukan film yang baik untuk merilis film, banyak film besar yang harus di tunda
jadwal rilisnya atau bahkan harus membatalkan perilisannya di bioskop dan
langsung terjun ke layanan streaming.
Ini yang dialami oleh studio Pixar yang dimana seharusnya tahun 2020 ini,
studio besar tersebut bisa merilis 2 film animasinya di bioskop. Onward
berhasil rilis pada awal tahun 2020, tetapi sayangnya Soul batal untuk tayang
di bioskop dan langsung rilis melalui layanan streaming milik Disney yaitu Disney+(Hotstar) pada 25 Desember 2020
tanpa harus memiliki akses premier seperti film “Mulan (2020)”. Memang
disayangkan apalagi perilisannya bertepatan tanggal natal yang pas jika
mengajak keluarga, teman, pacar, untuk menonton bersama-sama atau sendirian
seperti yang biasa saya lakukan (dont
judge me bub). Yang membuat saya sangat tertarik untuk melihat film ini
adalah karena dipegang oleh Pete Docter, orang yang juga berhasil melahirkan
karya besar Pixar seperti “Up (2009)”, “Monster Inc (2001)”, “WALL-E (2008)”,
“Inside Out (2015)”, “Toy Story 1 & 2 (1995 & 1999)”.
Sampai-sampai saya harus mengkode-kode kakak saya untuk berlangganan Disney+
lewat telkomsel supaya saya bisa ikutan nebeng memakai akunnya untuk menonton
film ini dan film MARVEL atau Star Wars
ke depan (thanks sis hehe).
Soul sendiri
merupakan film pertama dari Pixar yang menghadirkan tokoh utamanya berkulit
hitam termasuk kebanyakan dari tokoh-tokoh pendukungnya yang juga berkulit
hitam. Oleh karena itu aktor besar seperti Jamie
Foxx turut mengisi suara disini, di dukung oleh Phylicia Rashad, Donnell
Rawlings, Richard Ayoade, Margo Hall, Angela Bassett, Daveed Diggs,
bahkan drummer dari The Roots yaitu Questlove
ikut meramaikan dengan mengisi suara dalam film Soul. Tina Fey penulis dari dan pemeran Sarah Palin dari SNL, presenter
inggris Graham Norton, beserta Alice Braga, dan Rachel House juga ikut memerankan tokoh penting dalam film ini. Selain itu anda akan merasakan budaya
Jazz yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat kulit hitam, karenanya
musik-musik disini akan terdengar santai dan cukup membuat anda rileks.
Komposer yang terlibat diantaranya adalah Jon Batiste, yang khusus mengkomposisi
musik Jazz dalam film Soul. Tidak hanya Jon Batiste saja, Trent Reznor dan
Atticus Ross komposer yang sempat memenangkan penghargaan Oscar pada kategori
musik pada film “The Social Network (2010)”
juga turut menyalurkan bakat mereka kedalam film animasi ini. Pete Docter
selaku sutradara sebenarnya sudah mengerjakan film sejak tahun 2016, setelah
dirinya menyelesaikan film “Inside Out (2015)”
ia tertarik untuk membuat film yang bisa merepresentasikan bagaimana jiwa dimulai
dan dibentuk diluar batas ruang dan waktu. Dengan konsep yang cukup menantang,
juga suasana filmnya yang terkesan baru, Soul disuguhkan sebagai film penutup
tahun 2020 dari studio Pixar/Disney kepada penontonnya.
Sinopsis
Joe Gardner, adalah seorang guru musik paruh waktu disebuah sekolah menengah pertama, mengajarkan musik kepada anak-anak yang terlihat kurang tertarik dengan apa yang ia ajarkan. Joe sendiri merupakan musisi dengan impian yang besar, ia ingin memiliki karir dalam dunia Jazz. Mengerjakan sesuatu yang kamu suka dan dibayar? Semua orang juga pasti memiliki impian yang sama dengan Joe. Pada hari itu, Joe mendapat tawaran untuk menjadi guru tetap dengan manfaat dan fasilitas yang banyak di sekolah tersebut. Sang ibu, Libba, juga lebih suka anaknya mendapat pekerjaan yang pasti ketimbang mengejar sesuatu yang tidak ada juntrungannya. Tetapi siapa yang menyangka, pada hari yang sama Joe diberikan kesempatan untuk bergabung ke dalam sebuah band milik Dorothea, musisi Jazz terkenal yang ia idolakan, harapan bagi dirinya untuk berkarir sebagai musisi Jazz mulai terbuka dengan lebar. Ternyata mendapatkan pekerjaan tetap, atau kesempatan bergabung dengan band Jazz bukan satu-satunya kejutan yang ia dapatkan hari itu. Saking senangnya karena bisa memulai karirnya dalam musik Jazz, Joe yang saking senangnya dalam perjalanan pulang harus mengalami kecelakaan karena tidak memperhatikan sekitarnya. Saat sadar, bukannya konser bersama dengan band Jazznya, ia justru berada di the great beyond, tempat dimana arwah-arwah menuju ketempat selanjutnya setelah meninggal.
Disney/Pixar |
Disney/Pixar |
Tak terima
jika dirinya telah meninggal, apalagi karena hidupnya baru saja dimulai, ia
ingin kembali dan menjalani mimpinya untuk tampil bermain musik Jazz.
Determinasinya untuk kabur dari tempat mengarahkan dirinya tiba di the great before. Joe disambut oleh
beberapa entitas abstrak yang menamai diri mereka Jerry, dan mengira jika Joe
adalah bagian dari salah satu mentor yang ditugaskan untuk memandu arwah-arwah
yang baru lahir. Setiap arwah yang baru lahir ini memiliki lencana yang berisi
kepribadian, bakat, kemampuan sosial, dan sebagainya. Jika lencana tersebut
lengkap maka arwah-arwah tersebut akan mendapatkan lencana baru berlambang bumi
dan siap untuk lahir dan memulai hidupnya di dunia. Tugas dari mentor adalah
untuk membimbing arwah-arwah baru ini menemukan lencana terakhir mereka yaitu
‘percikan hidup’, dengan menginspirasi arwah didikannya dengan kehidupan luar
biasa dan sukses yang dialami oleh mentor tersebut.
Disney/Pixar - The Great Before |
Disney Pixar - Seminar |
Joe yang tidak
ingin kembali ke the great beyond,
mengambil identitas mentor lain sembari mencari cara bagaimana untuk bisa
kembali ke bumi dengan mengambil lencana milik arwah-arwah baru tersebut. Disana
ia ditugaskan untuk membimbing arwah bernama 22 yang belum lulus dan telah
tinggal the great before selama
ribuan tahun. 22 adalah arwah yang menolak untuk lahir ke dunia, dirinya beranggapan
bahwa tinggal di bumi merupakan ide yang buruk dan hanya ada masalah jika hidup
disana. Banyak mentor dari orang-orang terkenal yang mencoba untuk membimbing
22 namun gagal, dari suster Theresa, Marie Antonnete, Muhammad Ali, Copernicus,
bahkan Abraham Lincoln, Albert Einstein, sampai Copernicus tidak mampu merubah
pikiran dari 22 untuk lahir ke bumi. Joe menyadari jika lencana tersebut tidak
bisa dipindah tangankan kecuali sudah berubah menjadi lencana bumi, 22-pun
sadar jika ia menyerahkan lencana tersebut kepada Joe ia tidak perlu
repot-repot lagi untuk ikut acara mentor dan bisa tinggal di the great before selamanya. Namun
perjalanan mereka tidak mudah karena Terry, entitas abstrak lainnya yang
mengawasi jumlah arwah yang pergi ke the
great beyond sadar bahwa ada satu arwah yang hilang, yaitu Joe. Mampukah
Joe kembali ke bumi melalui rencananya itu? Apakah ia berhasil membantu 22
untuk menemukan percikannya untuk bisa mendapatkan lencana tersebut? Bisakah
Joe menjalani kehidupan impiannya yang baru saja menjadi kenyataan?
Kehidupan Di Sekitarmu
Soul membawa sebuah prespektif yang unik ketika menggambarkan tempat dimana jiwa-jiwa akan berpulang setelah kita meninggal. Filmnya tidak membawa kita kepada alam yang secara konsep telah dikenalkan oleh berbagai agama di dunia, seperti surga dan neraka, alam barzah, nirwana, atau valhalla. Alam lain yang ada dalam Soul bisa dibilang lebih menggunakan pendekatan yang filosofis, netral, dan pembawaannya yang sederhana, namun tetap misterius seolah dibungkus oleh enigma. Dunia lain dalam Soul terbagi dua yaitu the great before, dan the great beyond. Tempat ini diawasi oleh entitas misterius, dan berbentuk abstrak, berbentuk seperti seni kubisme milik Picaso. Entitas ini pun tidak menggambarkan konsep seperti malaikat atau iblis karena mereka tidak menghukum, dan netral. Bagi entitas yang menamai diri mereka sebagai Jerry dan Terry, semua jiwa yang ada di the great before berhak untuk lahir ke dunia, dan ketika berpulang, jiwa-jiwa tersebut harus pergi ke the great beyond tanpa menghakimi bagaimana cara mereka menjalani hidup di dunia. Namun ada satu hal yang terus mengganggu saya ketika melihat the great beyond, diantara banyaknya jiwa yang ada di sekeliling Joe, hanya dirinya yang terlihat panik dan menyangkal jika dirinya telah mati, mungkin itu berfungsi agar tokoh protagonis utamanya biar bisa kelihatan “beda” dan “unik” sendiri.
Disney/Pixar |
Disney/Pixar |
Premis yang
dibawa dalam film ini selain membawa kita ke alam lain tersebut, adalah untuk
mengarahkan kita bagaimana dalam menikmati dan menghargai hidup melalui sudut
pandang kedua karakter utamanya, Joe dan 22. Untuk menampilkan kisah keduanya,
Pixar kembali menggunakan pola story
telling dengan menempatkan beberapa kecelakaan atau insiden yang
mengarahkan kedua karakter ini ke dalam perjalanan tidak terduga dan menjadi
dasar untuk perkembangan karakternya. Bagi anda yang sudah sering melihat
film-film dari Pixar mungkin tidak asing akan pola seperti ini, karena gaya
penyampaian cerita mereka sudah sering kali digunakan dalam film-film lama
mereka seperti Toy Story, Toy Story 4, Finding Nemo, The Good Dinosours, Up,
Inside Out, Monster Inc, Monster University, dan film terakhir mereka Onward. Pixar
tidak takut untuk mengusung plot seperti ini berulang kali, karena mereka tahu naratif
yang ingin disampaikan dan sudah dikembangkan secara matang. Hingga saya rasa
tidak aneh jika film-film Pixar memiliki konsistensi cerita, tujuan yang ingin
dicapai oleh tokoh protagonis dan antagonisnya pun ditampilkan dengan jelas.
Tetapi yang paling penting adalah Pixar tetap mengutamakan interaksi antar
karakternya yang begitu kental, Pixar memupuk hubungan antara karakternya
menjadi sangat personal, sehingga jika ada sesuatu yang terjadi diantara dua
karakter ini, penonton pun juga bisa memahami situasinya, dan menjadi semakin
terbawa suasana.
Disney/Pixar |
Filmnya sadar
bahwa terdapat konsep yang cukup seram dalam film ini, namun mampu
menerjemahkannya melalui humor dengan intonasi yang cukup menghibur. Salah
satunya adalah ketika Jerry melakukan pengenalan bagaimana kepribadian
dibagikan atau terbentuk dalam the great before
melalui the you seminar yang dihadiri
oleh Joe, terdapat jiwa dengan wajah imut dan polosnya bilang bahwa ia
merupakan jiwa dengan kepribadian manipulatif, megalomaniac, dan oportunis. Wow,
karena alih-alih mengenalkan kepribadian seperti pemberani, jujur, dermawan,
loyal, atau sebagainya, filmnya lebih menampilkan kepribadian dengan topik
lebih rumit dan berat, dan jujur meski mungkin penonton seperti anak-anak akan
bertanya kepribadian seperti apa itu skeptis, flamboyan, atau bahkan wallflower/introvert. Adapun yang perlu
diperhatikan lagi di tempat ini adalah fakta dimana SEMUA jiwa, entah jiwa-jiwa tersebut berakhir menjadi Hitler,
Stalin, atau Bos/Atasan berengsek yang sangat anda benci di tempat kerja, lahir
dari tempat ini, karena the great before
tidak ada hal seperti jiwa yang layak atau tidak layak, pantas atau tidak
pantas, karena pada akhirnya semua jiwa akan lahir ke Bumi. Ketika Joe
menanyakan apakah mereka tahu konsekuensi jika jiwa-jiwa dengan kepribadian
seperti ini tinggal di Bumi, para Jerry tidak ambil pusing dan itu sudah
menjadi urusannya bumi, sebagaimana 22 bilang bahwa jiwa-jiwa disini tidak bisa
dihancurkan disitulah gunanya Bumi. Saya rasa Soul mampu (lagi) dengan
menghadirkan humor yang meskipun terlihat cerita tetapi bisa terasa gelap juga,
dan secara langsung bisa mengenalkan pola kognitif dasar mengapa kepribadian
diantara setiap manusia bisa berbeda-beda secara sederhana.
Disney/Pixar - Tempat jiwa-jiwa baru menerima kepribadian mereka |
Disney/Pixar |
Tetapi tenang
saja, Pixar tetap menghadirkan film yang seperti biasa, serba positif, ditaburi
pelangi sembari tak lupa dengan cuaca mendungnya. Banyak adegan yang bisa
menghangatkan hati melalui perkembangan akan karakter Joe dan 22. Bukan tanpa
alasan mengapa Pixar seringkali memberikan partner kepada tokoh utamanya untuk
melakukan sebuah perjalanan bersama-sama. Metode ini memudahkan untuk
menerjemahkan penyampaian sebuah cerita secara visual ketika tokoh utamanya
merefleksikan/mempertanyakan moral mereka, ataupun telah menyadari terhadap
sesuatu yang jauh lebih penting melalui pengalaman yang telah dilalui secara
bersama-sama.
Tidak Selalu Hijau Dan Indah
Jika film-film
Pixar kebanyakan berakhir konkrit dengan tokoh utamanya mendapatkan tujuan atau
mencapai impiannya di akhir film secara jelas. Dalam Soul akhir filmnya sengaja
dibiarkan menggantung dimana kita tidak tahu apa pilihan Joe yang akan ia ambil
untuk menentukan jalan hidupnya, tetapi tenang saja filmnya tetap menegaskan apapun
keputusan yang Joe ambil ia akan tetap bahagia dengan menjalani kehidupannya. Saya
membahas ini karena naratif tidak biasa yang dihadirkan oleh film Soul dengan
pesan bahwa mimpi yang selama kau kejar-kejar sepanjang hidupmu belum tentu
seindah dan memuaskan seperti yang kau bayangkan selama ini.
Sepanjang
filmnya, kita diperlihatkan ada satu hal yang sangat penting bagi hidup Joe,
yaitu Jazz. Ia merasa bahwa Jazz satu-satunya kunci untuk bisa keluar dari rutinitas
yang membosankan, ditambah lagi Jazz juga satu-satunya kenangan indah dengan
mendiang ayahnya. Filmnya juga memberikan tantangan kepada Joe agar karakternya
bisa berjuang meraih mimpinya, dari di tolak dari grup Jazz idolanya, sampai
ibunya yang tidak setuju anaknya bisa berkarir sebagai musisi. Disinilah bagian
mengejutkannya, filmnya bisa dibilang lebih awal memberikan apa yang Joe mau
selama ini ketimbang menjadikannya sebagai klimaks filmnya. Joe berhasil untuk
kembali hidup dan menjalankan impiannya, hanya saja Joe menyadari akan sesuatu
yang lebih penting.
Disney/Pixar |
Disney/Pixar |
Joe menyadari
bahwa impiannya tersebut merupakan hal yang monoton, ia akan kembali bermain
musik Jazz di club tersebut lagi dan lagi, kehidupannya tidak jauh berbeda saat
ia mengajar musik di sekolah kepada anak-anak remaja. Joe mendapatkan pelajaran
yang jauh lebih penting dimana ia sekarang tahu bahwa hidup tidak selalu
mengejar ambisi dan impian kita semata, namun bagaimana kita menikmatinya.
Bahkan ketika 22 pertama kalinya merasakan bagaimana hidup, kita diperlihatkan
berbagai hal yang sebenarnya biasa saja, namun Pixar bisa menyulapnya menjadi
sesuatu yang ajaib.
Kesan filmnya tidak mencekokimu dengan sesuatu yang muluk seperti ayo kejar mimpimu, jika kau percaya sepenuh hati kaupun bisa menggapai impianmu. Filmnya sadar pada kenyataan bahwa orang-orang yang semakin dewasa mengalami fase dimana mereka tidak yakin dengan tujuan apalagi soal impiannya, bahkan tidak tahu kemana arah hidup mereka saat ini. Filmnya melainkan menekankan sebuah pesan kepada penontonnya agar tidak menyia-nyiakan seluruh hidupmu untuk membuktikan bahwa kehidupanmu jauh lebih baik dari orang lain, atau mengejar sesuatu yang hanya memuaskan ego dunia dan lingkunganmu semata. Karena faktanya kamu hidup sampai saat ini sudah merupakan hal yang indah dan baik. Cukup nikmati yang ada di sekitarmu, mulai hargai apa yang kamu miliki sekarang, tidak masalah jika kamu hanya sekedar hidup disini karena kamupun masih bisa menikmatinya.
Disney/Pixar |
Sebuah Trauma
Yang menarik perhatian saya selain dari kepribadian 22 yang begitu unik, ada satu hal yang membuat saya cukup tersadar melalui karakter ini. Yaitu alasan mengapa dirinya tidak ingin lahir ke bumi dan memulai kehidupannya. Alasan pertama yang diperlihatkan filmnya karena 22 memiliki pandangan buruk dan skeptis akan kehidupan di Bumi, dirinya berkeyakinan bahwa tinggal di bumi adalah sebuah kesalahan besar. Disini kita diperlihatkan dengan cara yang mengundang tawa ketika melihat ekspresi dan sikap mentor-mentornya yang merasa kesal dengan sifat 22 kepada mereka. Filmnya menampilkan jika pokok masalah utamanya berasa dari prespektif 22 itu sendiri, yang diperlihatkan cukup jelas menolak ide untuk tinggal di Bumi dengan alasan seperti tidak ingin pusing dengan masalah-masalah yang ada di Bumi, tidak ada hal yang menarik, sampai tidak ingin memiliki tubuh terbuat dari daging yang bagi 22 merupakan hal yang cukup menjijikan.
Disney/Pixar |
Kitapun pada
akhir filmnya diperlihatkan bahwa prespektif yang sebelumnya ditunjukkan bukan
alasan sesungguhnya mengapa 22 bersikeras memegang teguh prinsipnya untuk tetap
tinggal di the great before. 22 bukan
bawel, ataupun pemilih yang kerjaannya hanya membuat kesal mentor-mentornya,
namun jauh dalam dirinya 22 ketakutan dan sangat meragukan dirinya sendiri dan
hal itu semua disebabkan oleh para mentor-mentor sebelum Joe. Kata-kata
menyakitkan dan penolakan yang disampaikan oleh mentor-mentornya tersebut yang
faktanya merubah 22. Sekarang bayangkan apa yang alami oleh 22, anda bertemu
dengan mentor yang seharusnya menginspirasimu namun mentor tersebut justru
bilang bahwa kamu tidak layak untuk lahir ke Bumi. Itu tidak hanya 1 mentor
saja, bayangkan ratusan tokoh terkenal dan sukses dari seluruh dunia, mulai
dari Muhamad Ali, Copernicus, Thomas Edison, Martin Luther King Jr, Nelson
Mandela, sampai Stephen Hawking mengatakan hal yang sama, dan berkali-kali
kepada anda. Jika anda menerima perkataan orang-orang yang bisa dibilang
“sukses dan terkenal” tersebut bahwa anda orang gagal dan tidak layak tinggal
di Bumi, mungkin anda akan mengurungkan niat dan mulai berpikir dua kali untuk
memulai kehidupan di Bumi seperti 22. Melalui konflik dan pergumulan emosi yang
dialami oleh 22, filmnya menunjukkan bahwa kata-kata pun bisa sama
menyakitkannya dengan luka fisik bahkan jauh lebih parah daya rusaknya. Karena
luka fisik bisa sembuh namun untuk luka mental butuh waktu yang lama bahkan
sampai milenia seperti yang dialami oleh 22.
Filmnya
memperlihatkan bahwa bentuk luka tidak hanya ditimbulkan dari konfrontasi fisik
semata saja, karena meskipun 22 yang tidak memiliki bentuk fisik hingga tidak
bisa terluka dengan cara apapun, tetapi masih bisa merasakan sakit akibat
penolakan dan perkataan kejam dari mentor-mentornya. Ini adalah salah satu isu
yang diangkat filmnya soal kesehatan mental yang faktanya masih sering kali
menjadi bahan yang tidak penting oleh masyarakat luas. Kita seringkali hanya
tertawa atau acuh saja ketika melihat kenalan kita dikatai habis-habisan entah
oleh pacarnya, atasannya, teman-temannya, atau bahkan di oleh keluarganya
sendiri. Bagi kita yang hanya melihat mungkin menganggap itu hanyalah gurauan
belaka atau sesuatu yang tidak perlu dianggap serius, bahkan ada yang bilang
ini perlu untuk membentuk karakter, karena selama tidak ada konfrontasi fisik
bukan menjadi masalah.
Disney/Pixar |
Filmnya
membuat kita kecolongan dan berhasil menempatkan kita di posisi sebagai bystander atau orang acuh. Kita dibuat
tidak menggubris hal yang dianggap sepele, hingga segala sesuatunya sudah
terlambat. Tetapi untungnya 22 berhasil diselamatkan oleh orang yang bukan
siapa-siapa, seseorang yang belum mencapai apapun dalam hidupnya mampu
menginspirasi jiwa yang menolak ide untuk tinggal di Bumi selama ribuan tahun
untuk merubah pikirannya. Filmnya meletakan emphasis disini untuk menyampaikan
bahwa tidak semua orang bisa menerima kritikan, atau hinaan dengan dalih
kritikan atau saran. Mungkin anda pernah dengar batu yang melalui proses
tekanan yang hebat akan berubah menjadi berlian, tapi sayangnya tidak semua
orang memiliki karakterisik seperti batu. Air panas yang bisa mengeraskan telur
yang rapuh juga bisa melunakan kentang yang keras, dengan kata lain manusia
memiliki reaksi yang berbeda ketika menerima tekanan yang sama, termasuk
memiliki interpretasi yang berbeda ketika menerima perkataan tanpa filter dari
orang lain. Niat ingin membentuk karakter tetapi justru malah membunuh identitas
milik seseorang.
Kombinasi Yang Pas
Pemilihan musik di film ini pun bisa dibilang tepat, dimana Jazz merupakan hal yang akan anda sering dengar melodinya di film ini. Hal ini karena latar belakang tempat filmnya itu sendiri mengambil lingkungan harlem, wilayah pemukiman di kota new york yang sangat terkenal akan klub Jazz, soul food, dan kentalnya budaya milik orang-orang keturunan Afrika-amerika. Tidak hanya itu harlem juga merupakan kawasan yang paling memiliki keberagaman budaya yang datang dari berbagai etnis seperti Asia, Timur Tengah, ataupun Hispanic melebur menjadi satu untuk hidup saling berdampingan. Saya juga dibuat terkesan karena filmnya pun tetap memperhatikan gaya berpakaian, atau ciri fisik dari orang-orang yang berlalu lalang di latar belakang sesuai dengan etnis dan budaya yang mereka bawa. Anda bisa menemukan orang yang mengenakan jilbab, atau pria menggunakan kippah, anda juga bisa mengengenali karakter dari berbagai etnis melaui warna kulit mereka atau bentuk fisik seperti mata sipit yang banyak dimiliki orang-orang keturunan Asia. Selain itu saya juga menyadari bahwa filmnya secara diam-diam ingin menghilangkan stereotip peran gender dengan membalikkan 2 peran kecil di filmnya. Meski hanya terlihat sebagai eksposisi kecil semata namun filmnya sedikit menekankan ekposisi tersebut dengan cukup mencolok agar bisa menarik perhatian. Adegan tersebut diantaranya adalah dimana ada pria yang mendorong kereta bayi, dan wanita yang berprofesi sebagai pekerja konstruksi, anda bisa mendapati 2 hal ini melalui adegan setelah Joe meninggalkan club Jazz sehabis bertemu dengan Dorothea.
Disney/Pixar |
Disney/Pixar - Harlem |
Film ini
mendatangkan banyak pengisi suara dari aktor/aktris kulit hitam, cukup logis
karena temanya juga ikut mengenalkan budaya milik dari orang-orang Afrika-Amerika.
Diantaranya Jamie Foxx yang turut hadir sebagai pengisi suara tokoh utamanya
Joe. Saya jujur tidak menyadari bahwa Jamie Foxx mengisikan suara untuk tokoh
utama dalam film Soul. Aktor Jamie Foxx bisa dibilang salah satu aktor yang
memiliki presensi yang kuat jika dirinya tampil dalam sebuah adegan film, baik
kehadiran ataupun suaranya bisa mencuri perhatian penontonnya karena kharismanya
yang sulit dihiraukan. Disini Foxx cukup berhasil meredam kharisma miliknya, ia
memberikan performa yang tidak berlebihan ataupun diatas rata-rata untuk
karakternya. Ini merupakan hal yang bagus karena bisa memberikan kesempatan
bagi karakter lain seperti 22, Dorothea, anak didiknya, Dez, Curly, dan
tentunya Moonwind, tidak dibayang-bayangi oleh kehadiran dari Jamie Foxx dan
karakter-karakter tersebut bisa mengambil spotlight
mereka masing-masing dalam filmnya.
Disney/Pixar |
22 merupakan
karakter yang menjadi favorit saya disini. Ia tidak kehilangan pesonanya, dan
Tina Fey mampu membawakan suara dari 22 dengan penuh daya tarik. Tina Fey bisa
memberikan suaranya kepada 22 dengan kualitas yang mantap, mulai dari sifat
sarkas, sinis, pesimis, cerewet, dan menyebalkan bisa ia suarakan dengan baik.
Namun karakteristik dari 22 tidak berhenti dari itu saja, meski penampilannya
seperti casper versi cebol, karakternya tidak main-main soal pengalamannya yang
ia dapat selama tinggal ribuan tahun di the
great before, dan caranya beradu argumen dengan orang lain memperlihatkan
karakter 22 yang memiliki pikiran terbuka terhadap pandangan orang lain.
Karakter 22 secara tidak terduga mampu memberikan jawaban menohok, dan juga
cerdas ketika berdiskusi dengan karakter lainnya, semua itu berkat berbagai
pengetahuan yang 22 dapat dari ratusan bahkan ribuan mentor yang menyerah
karena tingkahnya. Bahkan dengan karakternya yang blak-blakan, 22 secara
langsung membantu merubah keadaan Joe menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Disney/Pixar - (dari kiri) 22, Joe, dan Moonwind |
Disney/Pixar - Terry (kanan) |
Kita juga
kedatangan Rachel House yang mengisikan suara salah satu karakter ikonik disini
yaitu Terry, sang akuntan yang perfeksionis, sangat serius soal pekerjaannya,
dan menjadi terobsesi untuk mengembalikan jiwa yang hilang yaitu Joe. Rachel
bukan pertama kalinya membintangi film dari Disney, dirinya juga pernah hadir
dalam film seperti Thor: Ragnarok (2017), dan mengisikan suara di film animasi
Moana (2016). Untuk Jerry & Jerry, konselor yang menyediakan fasilitas
konseling di The Great Before disuarai
oleh Richard Ayoade salah satu pemeran utama dari seri The IT Crowd (2006 -
2013), dan Alice Braga yang sempat bermain dalam salah satu film Marvel The New Mutants (2020). Graham Norton,
presenter kondang asal Britania ini pun juga hadir untuk mengisi salah satu
peran Moonwind yang karakternya juga bisa dibilang sulit untuk diabaikan.
Kesimpulan
Soul merupakan film yang cukup mengharukan dan menghangatkan hati. Perlu diakui bahwa Soul pada akhir filmnya terasa kurang nendang untuk membuat sedih para penontonnya. Saya rasa Pixar bisa membuat ending filmnya menjadi bittersweet, dimana membiarkan Joe menerima nasibnya dan berakhir di the great beyond. Menjadikan konsep awal dan akhir bisa lebih disimbolkan pada ending-nya, dimana Joe berada pada akhir ceritanya dan 22 akan memulai hidupnya di Bumi. Tapi untungnya Pixar tidak mengakhiri skenario seperti yang saya karang tadi, dan itu merupakan keputusan yang tepat. Tidak hanya teralu gelap untuk dijadikan sebagai akhir cerita dari sebuah film anak-anak, saya juga tidak tega untuk memikirkan bagaimana ibu Joe nanti akan seorang diri setelah ditinggal suami dan kini oleh anak semata wayangnya.
Filmnya berhasil menyampaikan sebuah
pandangan mengenai perbedaan antara gairah hidup dan tujuan hidup. Filmnya
menekankan bahwa hidup tidaklah soal untuk mengejar ambisi dan ego semata,
namun juga soal bagaimana kamu menikmatinya. Melalui Joe yang sulit untuk
menerima kenyataan hidupnya, mulai menyadari pada akhir film bahwa kehidupan
itu sendiri merupakan hal yang tidak bisa ia kontrol. Akan ada banyak kejutan
di setiap sisi dan di sepanjang jalan yang siap menjungkir balikan hidupmu untuk
selamanya.
Disney/Pixar |
Soul
menghadirkan konsep segar untuk menggambarkan mengenai awal dan akhir sebuah
kehidupan melalui the great beyond dan
the great before. Melalui hal itu
filmnya juga tidak teralu mengkomplekskan atau membuat rumit konsepnya hingga
mudah dipahami dengan mudah. Selain itu membawakan Jazz adalah hal yang tepat
disini, dan Soul merupakan film yang memiliki detail, dan banyak keberagaman
konteks pada karakter-karakter figurannya membuat film ini menjadi lebih hidup.
Meski saya merasa bahwa film ini tidak sesedih film-film Pixar sebelumnya,
namun Soul memiliki sesuatu yang spesial tersendiri ketika melihatnya. Cukup
disayangkan bahwa film ini melewatkan perilisannya di bioskop-bioskop, padahal
film ini akan sangat sukses jika hadir menjadi salah satu film Desember dan
mengisi malam natal tahun 2020 kemarin. Namun tidak perlu takut anda masih bisa
melihat film ini dengan berlangganan Disney+/Hotstar dengan anak atau orang
terdekat anda.
Soul (2020)
Merupakan sebuah dosa dengan mengatakan bahwa Soul bukan salah satu film animasi terbaik saat ini, meskipun tetap menggunakan metode seperti biasanya. Konteks dan struktur film yang mudah dipahami, penekanan sebuah pesan yang cukup dalam, dan Jazz yang mengalir indah membuat film ini sulit untuk dilewatkan.
Tidak ada komentar: